Minggu, 24 Januari 2016

SEKUTIP DOA AYAH



Malam ini aku ingin menulis tentang Ayah, ditemani oleh secangkir teh hangat dan diluar terdengar dengan jelas suara gemercik air hujan yang turun dari langit. Ini hujan yang membawa berkah. Derasnya air hujan yang membasahi bumi malam ini sama seperti derasnya air mata yang mengiringku pada tulisan malam ini, sembari aku membayangkan senyuman manis pada wajah Ayahku semasa hidupnya. Betapa manisnya ia, kata Ayah senyum adalah obat hati. Maka tersenyumlah apapun yang sedangkan kamu rasakan pada hatimu. Walau hatimu hancur sehancur-hancurnya, umpati ia dengan senyumanmu hingga orang tak pernah tau apa yang sedang kau hadapi saat ini.

Ayah adalah...pria terhebat yang pernah kutemui dalam hidupku. Beban hidupnya yang ia tanggung tak pernah ia bagi padaku. Ayah tak pernah menyulitkanku. Ayah yang pertama kali mengenalkanku pada Tuhan. Kembali kemasa kecil dulu, Ayah paling sering mengajakku shalat berjamaah dirumah. Hingga aku memasuki masa remaja, Ayah menasehatiku untuk agar aku mau menutup aurat dengan berhijab, namun ia tak pernah memaksaku dengan cara yang kasar. Dari sekolah dasar hingga menengah pertama aku bersekolah disekolah swasta islam yang memang mewajibkan para siswinya untuk berpakaian tertutup dan berhijab.  Hingga akhirnya aku lulus SMP dan hendak masuk SMA, aku bertekad untuk bisa masuk diterima di SMA Negeri dikotaku. Saat itu jika ingin masuk sekolah negeri harus melalui tahap tes. Ayahku tentu saja menolak keinginanku ini dengan alasan Ayah tidak mau anak gadisnya sekolah dengan seragam pendek dan rok pendek apalagi sekolahnya jauh harus dua kali naik kendaraan umum dan aku memiliki fisik yang lemah (gampang sakit kalo kecapean), Ayah khawatir,ia lebih memilih menyekolahkanku disekolah agama walau mahal biayanya daripada harus membiarkan anaknya sekolah dengan rok pendek. Akhirnya setelah aku memberikan banyak alasan kepadanya agar aku diijinkan bersekolah di SMA Negeri, Ayah membuat kesepakatan denganku. Beliau berkata "Kalo memang otak kamu pintar dan bisa masuk SMA Negeri tanpa nyogok, silahkan kamu sekolah disana asalkan kamu bisa penuhi satu syarat dari Bapak!." Lalu aku bertanya padanya, "Apa itu syaratnya Pak?." Beliau berkata "Kamu kesekolah harus pake jilbab, Bapak gak rela punya anak keluar rumah pake rok pendek, rambut kemana-mana, apalagi kamu naik angkot, Bapak risih takut kamu digangguin sama laki-laki nakal!"


Bagiku saat itu adalah syarat yang sangat mudah. Karna aku terbiasa memakai baju kurung dan jilbab dari kecil, tentu saja bersekolah di SMA Negeri dengan memakai seragam panjang sangat mudah bagiku. Sayangnya, dalam keseharianku saat itu aku belum benar-benar ikhlas menutup auratku. Hijabku hanya kupakai saat sekolah saja. Dan ini terjadi sampai aku duduk dibangku kuliah, alhamdulillah Allah menuntunku kembali supaya hatiku kuat untuk berhijab di tahun 2009. Ayah adalah orang yang sangat keras terhadap anak-anaknya. Waktu kami kecil, Ayah pernah membeli papan white board ukuran besar dan kami kira itu dipakai untuk corat coret kami para anak-anaknya. Namun ternyata papan besar itu Ayah pakai untuk  membuat jadwal tugas membersihkan rumah. Keempat anaknya mendapatkan tugasnya masing-masing untuk membersihkan rumah (saat itu adik bungsuku belum lahir). Kadang aku benci hari Minggu, hari dimana seharusnya aku habiskan untuk menonton kartun Doraemon dan Sailormoon, ini malah aku pakai untuk mencuci piring, menyiram tanaman, buang sampah dan mencuci sepeda. Huh, rasanya aku selalu berharap Ayahku lembur kerja sabtu minggu atau tugas keluar kota sabtu minggu supaya aku terbebas dari tugas-tugas ini.


Lebih lucunya lagi, Ayah memasang timer di TV di waktu-waktu shalat tiba. Contoh, misalnya diwaktu magrib, jam enam teng lagi asyik-asyiknya nonton kartun "MOJAKO" tiba-tiba TV mati dengan sendirinya. Lalu nanti Ayah menelpon kerumah bertanya pada Ibuku, "Ma, anak-anak udah pada shalat belum?". Ayahku memang orang yang disiplin.Tidak salah jika ia memiliki karir yang bagus dikantor, karna Ayahku seorang yang memiliki dedikasi yang tinggi, disisplin dan pekerja keras. Ayah juga termasuk orang yang pintar. Dari kecil setiap kali aku mengerjakan PR sekolah, aku selalu menunggu Ayah pulang dari kantor sampai mataku terkantuk-kantuk hanya demi ingin dibantu oleh Ayah untuk menyelesaikan tugas sekolahku. Dan bersyukurnya Ayah selalu ada untukku, walau mungkin ia lelah bekerja namun ia selalu menyempatkan diri disela kesibukannya untuk membantuku mengerjakan PR. Ayahku seorang yang ahli dibidang IT. Ilmu matematikanya sangat baik tapi sayangnya kepintaran Ayahku tidak diturunkannya padaku, aku akui aku memang tidak suka dengan matematika dan aku akui aku memang tidak secerdas Ayahku, namun ada beberapa sifat baik Ayah yang ia turunkan padaku.


Pernah suatu hari, Ayah mengajakku dan adik perempuanku yang bernama Efnita belanja ke sebuah supermarket, Efnita saat itu sedang kuliah di Jakarta dan tinggal di asrama, sedangkan aku sedang kuliah di Kota Serang dan ngekos disana. Kebetulan,  kami sedang pulang kerumah dan Ayah menanyakan pada kami, kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk dibawa ke kosan kami masing-masing. Wah, kadang aku dan Efnita memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin, "Yihaaaa!!mumpung lagi dibelanjain Bapak nih, masukin belanjaan sebanyak mungkin kekeranjang." Begitulah kiranya setan dalam diriku mulai berbisik. Biasalah kalo perempuan itu godaan utamanya adalah "SHOPPING!!." Tapi sayangnya, Ayahku termasuk orang yang teliti dan detail, selama aku memilih-milih barang yang ingin kubeli, Ayah pasti bertanya "Itu prodak apa? fungsinya untuk apa? apa manfaatnya untuk kamu?". Contohnya seperti ini, misalkan aku memilih prodak serangkaian perawatan rambut mulai dari shampo, conditioner hingga tonic rambut. Aku harus pintar-pintar memberikan penjelasan dan alasan kepada Ayah kenapa aku sangat ingin membeli barang ini dan betapa bermanfaatnya jika aku memakai ini. Walaupun beliau teliti sekali, tapi ujung-ujungnya pasti dibeliin juga (mungkin gak tega sama aku yang minta dibeliin ini itu sambil masang muka memelas). Setelah kami selesai berbelanja, saat perjalanan menuju pulang kerumah, sembari menyetir mobilnya Ayah berkata "Tuh Esa, coba kamu lihat belanjaan kamu sama ade kamu hari ini, kebutuhan kalian anak gadis banyak, semua udah Bapak beliin. Coba kamu tanya teman-teman kamu, ada gak dari mereka yang Ayahnya seperti Bapak kayak gini, bela-belain nemenin anak gadisnya belanja. Coba kamu lihat seberapa detail Bapak perhatiin anaknya mulai dari shampo, parfum sampe pembalut." Saat Ayahku berbicara seperti itu aku yang saat itu duduk kursi sebelahnya hanya cengar-cengir gak karuan. Lalu Ayah bicara kembali sambil mengusap-ngusap kepalaku dengan tangan kirinya, " Coba nanti bisa gak kamu punya suami yang kaya Bapak gini, yang bisa belanjaiin kamu kamu  ini itu, lihat dibelakang belanjaan kalian numpuk." Sekali lagi aku hanya cecengengesan, lalu aku teriak "pasti bisa!!!!!, malah harus yang lebih lebih lebih dari Bapak!!!" kemudian aku memeluk Ayahku dari samping, adikku pun Efnita memeluk Ayahku dari belakang.


Beberapa tahun kemudian berlalu setelah percakapan itu, kini Ayah telah tiada. Rumahku terasa sepi walau masih ada Ibu dan adik-adikku berkumpul disini. Biasanya diruang depan, hampir setiap hari Ayahku duduk disitu sibuk bersama laptopnya. Kadang aku melihat Ayah sedang asyik mendengarkan lagu minang kesukaannya dikamar. Satu tahun belakangan ini,aku memang selalu bersamanya. Hampir setiap hari aku membantu Ibu untuk merawat Ayah, walau baktiku ini sangat minim kepadanya, namun aku selalu berusaha untuk bisa menemani dan memahami Ayahku. Memahami? apa maksudnya?, Ketika ia mendapakat ujian dari Allah melalui penyakit jantung yang dideritanya, sifat Ayah mulai banyak berubah. Ayah yang dulunya sehat bugar dan kuat, kini mulai lemah, terlihat saat ia naik turun tangga, katanya baru jalan sebentar saja nafasnya sudah ngos-ngosan. Bukan hanya itu saja, Ayah juga sudah tidak kuat menyetir mobil lagi, tubuhnya mulai mengurus, ia banyak kehilangan berat badan.

Sebulan sebelum Ayah pergi untuk selamanya,
Entah mengapa rasa-rasanya aku selalu ingin memeluk Ayah dan menggenggam tangannya yang sudah keriput, sesekali kucium tangannya. Hampir setiap malam aku datang kekamar Ayah, melihatnya yang sedang tidur terlelap dan menyelimutinya. Aku juga memeperhatikan  Ibuku yang terlelap tidur disamping Ayah, aku tahu Ibu pasti sangat lelah telah merawat Ayahku seharian ini. Tidak lupa kukecup kening Ayah sambil membelai rambutnya yang beruban. Dalam hatiku berkata, "Belum tentu aku bisa melihat Bapak lagi, Ya Allah sembuhkan Bapak dari penyakitnya...." pintaku.



Dua Minggu sebelum Ayah pergi untuk selamanya,
Malam itu, aku mengumpulkan adik-adikku dan Ibu diruang keluarga. Aku berkata, " Ma,  Esa minta ke Mama dan ade-ade semua kalo Bapak mau minta sesuatu,  turutin aja ya. Jangan sampai ada penyesalan nantinya......"
Tentu saja ucapanku ini membuat Ibu dan adik-adikku diam dan hening.



Seminggu sebelum Aya hpergi untuk selamanya,
Subuh itu, Ayah menelponku. Aku sedang berada di Kota Serang karna ada suatu urusan, tumben Ayah menelponku subuh-subuh begini. " Esa, kamu udah sholat subuh belum?" tanya Ayah. Aku jawab iya padahal aku benar-benar baru bangun dari tidurku. Ayah menanyakan kapan aku pulang,katanya ada yang ingin ia bahas denganku. Dan akupun menyanggupi untuk pulang kerumah walaupun saat itu urusanku disana belum selesai.



Lima hari sebelum Ayah pergi untuk selamanya,
Hari itu aku akan pergi keluar kota, namun entah mengapa hatiku dirasa sangat tidak enak. Rasanya aku ingin stay dirumah saja. Ketika aku hendak berangkat keluar rumah, tiba-tiba "krekkkk!!!", ada suara sepertinya sesuatu patah, dan ternyata benar, kaki palsuku sudah memberikan sinyal bahwa ia rusak. Oh no!!!, aku jadi tidak pede jika naik bis dengan keadaan seperti ini. Lalu kubuka kaki palsuku didepan Ayah, aku memberitahunya bahwa kakiku rusak dan beliau bilang "Berarti kamu emang harus ada disini buat nemenin Bapak"



Tiga hari sebelum Ayah pergi untuk selamanya,
Aneh, hampir tiap malam Ayah memanggil-manggil namaku berkali-kali bahkan mungkin ratusan kali. Disepertiga malam, aku memenuhi panggilan Ayahku datang kekamarnya,mungkin Ayah ingin diambilkan minum atau ingin minta dipijat kakinya, namun saat aku sudah ada disampingnya, Ayah hanya diam dan memejamkan matanya seolah-olah ingin tidur. Aku tanyakan berkali-kali padanya apa yang diperlukannya, dia hanya menjawab "Tolong temenin Bapak disini." Dan tiga hari sebelum kepergiannya, Ayah selalu memanggil namaku... aku lagi... dan lagi...



Hari saat malaikat maut menjemputnya,
Dari semalam Ayah memanggil-manggil namaku, namun karna aku mengantuk sekali aku antara sadar dan tidak sadar mendengar suara Ayah yang memanggil namaku. Menjelang  subuh, Ayah kembali memanggil namaku. Mungkin karna aku dekat sekali dengan Ayah, beliau selalu meminta bantuan kepadaku mulai dari minta diambilkan obat, minum, makan hingga minta dibangunkan dari tempat tidur. Aku sempat mengeluh, kenapa Ayah tidak memanggil adik-adikku saja, kenapa harus aku. Subuh itu tubuh  Ayah berkeringat deras sekali, badannya menggigil, pakaiannya hampir basah semua, Alhamdulillah walaupun Tubuh Ayah tak berdaya namun di masa sakitnya, ia tak pernah meninggalkan shalat fardhu. Beliau sembahyang diatas tempat tidur. Setelah selesai shalat, ia berkata pada Ibuku, "Ma, Allah udah angkat semua penyakit dibadan Bapak, sekarang Bapak gak bakal sakit-sakit lagi" sembari mengangkat kedua tangannya keatas menunjukan jika ia sudah bugar kembali. Hal ini membuat Ibuku senang, sekitar jam 9 pagi, Ibu memintaku untuk menjaga Ayah dikamar karna Ibu ingin memasak masakan kesukaan Ayah. Saat itu aku duduk disamping tempat tidur Ayah. Sesekali aku memijat kaki dan tangannya yang kadang terasa hangat kadang terasa dingin. Sesekali juga aku membetulkan selimut Ayah. Namun ada yang berbeda pada tatapan mata Ayah dipagi itu. Entah, aku merasakan sepertinya Ayah memandangku dengan tatapan yang sangat dalam seolah-olah Ayah tidak dapat melihatku kembali. Pandangan yang sangat Aneh hingga ia tidak berkedip. Ayah sama sekali tidak berkata apapun kepadaku. Padahal biasanya hampir setiap hari kami mengobrol tentang banyak hal. Ayah hanya sedikit mengeluh tentang rasa sakit pada dada sebelah kiri, ia memintaku untuk dibacakan doa sambil diusap-usapkan pada dada kirinya (Ayah memang sakit jantung), Ayah memang menderita sakit jantung belakangan ini. Dua minggu lalu Ayah sudah check up ke rumah sakit, dan hasil testnya cukup baik. Bahkan dokter berkata Ayah sudah boleh makan tanpa dipantang. Tapi mengapa hari ini Ayah terlihat begitu lemah?, aku menyarankan supaya Ayah  dibawa kerumah sakit, namun ia menolak. Bahkan sempat kucari-cari kunci mobil, dan bertanya padanya dimana ia menyimpan kunci mobil, namun ia berkata "tidak usah kerumah sakit."

Ba'da dzhuhur, Ayah meminta Ibu menuntunnya kekamar mandi  untuk berwudhu. Selesai shalat, Ibu menyiapkan makan siang untuknya namun tak ada satu sendokpun makanan yang masuk kedalam mulutnya. Berkali-kali aku mencoba menyuapinya namun ia seperti tak berdaya untuk mengunyah maupun menelan makanan. Aku sempat panik, ketika Ayah berdzikir dengan tak biasa. Maksudnya, sembari Ayah duduk diatas tempat tidurnya, Ayah mengucapkan "La illaha illallah muhammadarasullullah" bahkan Ayah mengucapkan kalimat syahadat berkali-kali sambil mengepalkan kedua tangannya seperti menahan sakit. Aku  bertambah panik dan pergi kebelakang memanggil adikku yang laki-laki, aku minta adikku untuk menyiapkan mobil agar Ayah cepat dibawa kerumah sakit, sayangnya kunci mobil belum ketemu juga, akhirnya adikku pergi ketetangga depan rumah untuk pinjam mobil. Ketika orang-orang rumah panik, adikku Annisa melihat Ayahku seperti tak sadarkan diri, dengan sigap aku langsung merangkul kepala Ayah dari sisi kanan, dan Annisa merangkul Ayah darisisi kiri. Langsung kutuntun syahadat dikuping Ayah, kejadiannya sangat cepat sekali hingga adikku yang laki-laki masuk kekamar dan langsung menggendong Ayah kedalam mobil (alhamdulillah, tetangga depan rumah langsung sigap saat kami meminta tolong untuk meminjam kendaraannya).


Satu jam kemudian,
aku mendapat kabar dari adikku yang berada dirumah sakit bahwa Ayah sudah meninggal dunia (innalillahi wa innailaihi rojiun). Semoga Ayah meninggal dengan khusnul khotimah. Semoga Allah menghapuskan dosa-dosanya dan menerima amal ibadahnya. Aku menangis diatas bantal yang dipakai Ayahku terakhir kali sebelum ia dibawa ke rumah sakit. Aku menangis sekencang-kencangnya sambil menutupi wajahku dengan bantal agar tangisanku tidak terdengar keluar. Aku sempat terkejut saat melihat kunci mobil yang seharian ini kami cari-cari ternyata ada dibawah bantal Ayahku. Beberapa menit kemudian aku mulai membereskan rumahku dibantu oleh asisten dirumah, kami menggelar beberapa karpet dirumah, tetangga mulai berdatangan. Lalu tibalah ambulans dari rumah sakit yang membawa jasad Ayahku. Kulihat tubuh Ayahku sudah kaku, ia sedang tidut terlelap dan tidak bisa bangun lagi. Apa yang aku takutkan selama ini telah terjadi. Ayah sudah kembali pada Rabbnya. Kupandangi wajah Ayah yang kaku. Kucium keningnya, rasanya dingin. Ayah dingin dan kaku tidak sehangat dulu. Inilah perbedaannya antara yang hidup dengan yang mati. Aku berusaha untuk menahan air mataku, aku tidak ingin menangis didepan tubuhnya yang kaku. Aku hanya bisa berdoa dan berdoa, aku tau Ayah, rohmu pasti masih ada disekitar kami, aku tidak ingin Ayah sedih melihat kami yang sangat kehilanganmu.


Beberapa jam kemudian,
Lihat Ayah,banyak sekali yang melayat kerumah. Tak ada habis-habisnya orang-orang yang berdatangan untuk melihatmu yang terakhir kalinya. Aku ingat, beberapa hari yang lalu Ayah dengan semangatnya berkata padaku bahwa ia akan reunian dengan teman-teman ELNUSA (Pertamina) teman masa kerja waktu di Saudia Arabia dulu, Ayah juga akan mengadakan reunian untuk para Ex- IT Lippo Bank, Ayah sudah menyebarkan berita ini di grup Whatsup nya. Ayah juga sudah berniat untuk mengunjungi adik perempuannya (tante kami) di Bogor karna kami belum sempat mengunjungi rumah barunya, tapi ternyata niat Ayah untuk bersilaturahmi tercapai sudah. Hanya saja bukan Ayah yang mengunjungi teman-temannya, tetapi teman-teman yang datang mengunjungi Ayah untuk mendoakan Ayah. Aku tidak menyangka akan banyak orang yang datang kerumah kami, hingga parkiran penuh disepanjang jalan. Sempat ada yang mengira ini adalah sebuah pesta, padahal kami sedang berduka. Semasa hidupnya Ayahku adalah seorang yang aktif berorganisasi (pantas saja kami anak-anaknya diarahkan untuk aktif di organisasi dari masa sekolah sampai kuliah), Ayah juga seorang yang gemar bersilaturahmi, kemanapun ia pergi (entah berkunjung kerumah teman atau kerabat) Ayah pasti selalu membawa kami anak-anaknya, makanya banyak yang mengatakan kami adalah keluarga yang kompak. Saat pemakaman , banyak sekali rombongan mobil mengiringi kami kepemakaman , diantara iringan itu adalah keluarga besar kami dan sahabat serta kerabat Ayah. Selintas aku  ingat akan ajaran guru agamaku tentang 3 hal yang mengantarkan jenazah kekuburan. Berikut kutipannya:


"Ada tiga hal yang akan mengikuti (mengantar) orang yang meninggal dunia; yang dua akan kembali lagi sementara yang tetap menemaninya hanya satu. Tiga hal yang mengantar orang yang meninggal itu adalah keluarganya, hartanya dan amal perbuatannya. Keluarga dan harta akan kembali lagi (ke tempat masing-masing), sementara amal perbuatannya akan tetap bersamanya.” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa`i dan Ahmad)



Banyak sekali hal (kebaikan) yang belum aku lakukan untuk kedua orangtuaku terlebih untuk Ayahku. Ayah yang selama ini menaruh harapan besar padaku si anak sulung yang manja dan cengeng. Sekarang aku tahu mengapa didikan Ayah sangat keras padaku, mungkin Ayah ingin melihatku berhasil diatas keterbatasan fisiku ini. Mungkin Ayah ingin aku memiliki nilai plus dari banyaknya diskriminasi yang banyak orang-orang lakukan padaku. Mungkin Ayah ingin aku menjadi seorang pejuang yang tangguh. Mungkin Ayah ingin menjadikanku sebagai contoh yang baik terutama untuk adik-adik yang aku sayangi. Mungkin Ayah tidak ingin aku dihina, Ayah tidak ingin aku tersiksa.Rasanya masih sangat kurang sekali baktiku pada Ayah, walau setahun terakhir dimasa nganggurku ini hampir setiap hari aku menemani Ayah, tapi tetap saja masih ada rasa penyesalan yang hinggap didiriku. Banyak sekali nasihat dan amanah yang beliau sampaikan kepadaku. Awalnya aku sempat merasa terbebani dengan amanah yang beliau sampaikan kepadaku, namun setelah ia kembali pada Allah, barulah aku menyadari arti dan peran sebagai anak pertama. Ayah bilang, aku dan keempat adikku harus kompak sampai tua, hingga maut yang memisahkan.


Dua minggu setelah kepergiannya,
Ibu menemukan sebuah catatan harian Ayah disalah satu buku catatannya. Lalu Ibu meyerahkan buku itu kepadaku agar aku membacanya. Ketika aku baca catatan harian itu, perih sekali hati ini dan air mataku tak bisa kutahan lagi. Tak pernah kuduga Ayah akan menuliskan kalimat yang indah untukku dimasa terakhirnya.Kalimat itu takan pernah kulupakan karna bagiku itu adalah doa dari Ayah untukku.

"Esa anakku Semoga engkau mendapat jodoh yang amanah, yang membawa jalan kesurga, Ya Allah berkahilah mereka...."


Itu sebagian kutipan dari buku harian Ayah. Tulisan itu sepertinya ditulis beberapa hari sebelum ia meninggal dunia, karna tulisannya kecil-kecil berantakan, mungkin Ayah ingin mencurahkan isi hatinya kedalam tulisan namun tiada daya karna tubuhnya sakit hingga ia tidak dapat menulis dengan baik. Sekarang aku sadar, dari mana bakat menulis ini diturunkan. Ternyata dari Ayah, Buku harian beliau dari masa kecil, abg, bujangan hingga masa tuanya tersimpan rapi didalam kopernya. Hidupnya penuh dengan perjuangan, dan ia selalu semangat jika menceritakan masa-masa berjuangnya dulu kepada kami, para anak-anaknya. Namun, segala kisah yang ia sampaikan pada kami adalah nasihat dan bisa dijadikan  pelajaran untuk kehidupan kami kedepannya. 


Untuk pembaca blogku, aku hanya bisa menyampaikan bahwa perlakukanlah kedua orangtua kalian sebaik mungkin selagi mereka masih hidup. Karna, penyesalan itu selalu datang diakhir kisah. Tidak ada orantua yang ingin menjerumuskan anaknya pada liang dosa,  maka dari itu mengapa orangtua kita sangat protektif sekali pada anak-anaknya bahkan pendapat mereka selalu bertentangan dengan pemikiran kita. Namun, pastilah nasihat yang mereka berikan itu adalah untuk kebaikan anak-anaknya karna pengalaman hidup mereka lebih banyak daripada kita.  Kita memang tidak akan pernah bisa membalas kebaikan kedua orangtua kita karna mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Ayah dan Ibu sebenarnya tidak mengharapkan balasan dari anak-anaknya berupa emas, intan permata, rumah mewah dan mobikl mewah. Yang mereka inginkan dari anak-anaknya adalah "Bakti dan kasih sayang" kita kepadanya. Untuk kalian yang sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan yang baik, tidak ada salahnya ketika pulang dari kantor kita belikan makanan kesukaan mereka walaupun bukan makanan mahal. Diweekend, tidak ada salahnya ajak orangtua kita makan direstaurant, darpada traktir pacar lebih baik traktir orangtua insha allah rejeki melimpah karna ada doa dari orangtua kita. Untuk yang masih sekolah, bangaimana cara bakti kepada orangtua?,  simpel banget kok, buat anak perempuan maupun laki-laki cukup dengan bantu Ibu dan Ayah menyelesaikan pekerjaan rumah, dengarkan nasehatnya, simak dengan baik ketika mereka berbicara denganmu, jangan lawan perintahnya, berusahalah untuk menjadi anak yang baik jadilah anak yang berprestasi hingga membuat mereka bangga padamu.

Lalu bagaiman untuk para anak yang sudah meninggal orangtuanya, bagaimana cara kami berbakti?


Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apabila seorang anak Adam mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang soleh yang berdoa untuknya."


(Hadith Sahih - Riwayat Muslim dan lain-lainnya) 

Berdoalah untuk Ibu Bapak kalian :) semoga bermanfaat.